Kebudayaan
sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw
Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas
Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial,
ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan
lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Geografi
Daerah
Istimewa Yogyakarta adalah Daerah Istimewa setingkat provinsi di Indonesia yang
merupakan peleburan bekas (Negara) Kesultanan Yogyakarta dan [Negara] Kadipaten
Paku Alaman. Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di bagian selatan Pulau
Jawa bagian tengah dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera
Hindia. Daerah Istimewa yang memiliki luas 3.185,80 km2 ini terdiri atas satu
kota dan empat kabupaten, yang terbagi lagi menjadi 78 kecamatan dan 438
desa/kelurahan. Menurut sensus penduduk 2010 memiliki jumlah penduduk 3.452.390
jiwa dengan proporsi 1.705.404 laki-laki dan 1.746.986 perempuan, serta
memiliki kepadatan penduduk sebesar 1.084 jiwa per km2.
Secara geografis, DIY diuntungkan oleh jarak antara lokasi objek wisata yang
terjangkau dan mudah ditempuh. Sektor pariwisata sangat signifikan menjadi
motor kegiatan perekonomian DIY yang secara umum bertumpu pada tiga sektor
andalan yaitu: jasa-jasa; perdagangan, hotel dan restoran; serta pertanian.
Dalam hal ini pariwisata memberi efek pengganda (multiplier effect) yang nyata
bagi sektor perdagangan disebabkan meningkatnya kunjungan wisatawan. Selain
itu, penyerapan tenaga kerja dan sumbangan terhadap perekonomian daerah sangat
signifikan.
Daerah
Istimewa Yogyakarta terletak pada kurang
lebih 114 meter diatas permukaan laut. Daerahnya yang kurang lebih berbentuk
segi tiga terletak di antara : 110° BT
-110° BT dan 7°32 LS - 8°12 LS. Secara administratif Daerah Istimewa Yogyakarta
mempunyai status sebagai daerah tingkat satu yaitu sebagai Pravinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Daerah-daerahnya dibatasi oleh :
- sebelah Timur : Jawa Tengah
- sebelah selatan : Samudra Indonesia
- sebelah Barat : Jawa Tengah
Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri atas 4 Kabupaten dan 1 Kotamadya, yaitu :
Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten
Sleman dan Kotamadya Yogyakarta.
Berdasarkan
Topografinya daerah Istimewa Yogyakarta terbagi menjadi 3 zone yaitu : zone
timur,zone tengah dan zone barat.
Daerah
zone Timur pada umumnya berupa daerah pegunungan kapur selatan,dimana air
sangat sulit diperoleh karena terdapat di bawah tanah. dearah-daerah yang
termasuk zone timur ini adalah daerah yang berada di wilayah kabupaten Gunung
Kidul sebagian daerah Kabupaten Sleman sebelah Timur yaitu sekitar pegunungan
Bongkeh (Prambanan) dan sebagian daerah Bantul yaitu daerah Piyungan.
Daerah
Zone Tengah meliputi daerah-daerahdi Kabupaten Sleman, Kotamadya Yogyakarta dan
sebagian dearah Bantul. daerah-daerah ini pada umumnya merupakan daerah
pertanian sawah yang subur. kesuburan tersebut disebabkan oleh adanya pengaruh
abu vulkanis dari Gunung Merapi. di samping itu juga daearah zone tengah ini
dikelilingi pegunungan sehingga merupakan tanah ledok atau kom yang amat baik
sekali untuk penyimpanan dan penanpungan air yang berasal dari sungai maupun
air hujan.
Daerah Zone Barat pada hakekatnya sama
dengandaearah zone Timur. Dimana daearahnya terdiri dari pegunungan kapur yaitu
patahan dari pegunungan Menoreh. dengan demikian air yang ada juga terdapat di
bawah tanah. Sehingga penduduk melakukan mata pencariannya dengan bercocok
tanam,di ladang. Yang termasuk zone barat ini adalah daerah wilayah Kabupaten
Kulon Progo.
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menurut
unsure Makro morfologi di bagi atas:
·
Daerah unit Gunung Merapi
·
Daerah dataran endapan (alluvial plain) Yogyakarta
–Bantul dan sekitarnya.
·
Daerah pegunungan plateau selatan
·
Daerah pegunungan kompleks Kulon Progo dan
pegunungan kapurv Sentolo.
·
Daerah dataran Alluvial pantai selatan.
Sistem
Sosial
A. Stratifikasi Sosial
Stratififikasi
sosial atau pelapisan sosial banyak dijumpai di berbagai kelompok masyarakat.
Ukuran stratifikasi sosial atau perbedaan status kelompok-kelompok masyarakat
berbeda satu dengan yang lain. Ada yang menggunakan ukuran kekayaan,
pendidikan, darah bangsawan, atau kekuasaan dan lain sebagainya. Dengan adanya
stratifikasi ini telah terlihat jelas besarnya pengaruh suatu kelompok maka
semakin tinggi kedudukannya dalam masyarakan dan sebaliknya.
Pada
masyarakat pedesaan di kota Yogyakarta, kekayaan tidak mendasari adanya
stratifikasi sosial ini. Orang-orang yang dianggap memiliki kedudukan yang
tinggilah yang dianggap orang yang memiliki kelebihan, misalnya kelompok
pegawai pemerintahan. Di berbagai kegiatan dan dan jabatan pemerintah biasanya
dipegang oleh kelompok ini. Kepala desa dan sekertaris desa, dan pengurus
organisasi sosial biasanya dijabat oleh orang yang berpendidikan perguruan
tinggi.
Lapisan
lain yang mendapatkan posisi yang tinggi adalah pamong desa. Hal ini dapat
dilihat dalam kehidupan sehari-hari antara pamong desa dan rakyatnya. Dalam
suatu pembicaraan biasanya kepala desa menggunakan bahasa Jawa Ngoko, atau
seandainya menggunakan bahasa Jawa Kromo pun masih dicampur dengan bahasa Jawa
Ngoko. Sedangkan rakyat yang diajak berbicara biasanya menggunakan bahasa Jawa
Kromo Inggil. Hal ini juga nampak jelas pada waktu ada pesta perkawinan, kepala
desa menempati tempat yang sudah ditentukan yaitu kursi barisan paling depan.
B. Ikatan Kekerabatan
Pada
umunya sistem kekerabatan penduduk desa berdasarkan prinsip bilateral seperti
umumnya yang terdapat pada orang Jawa. Dalam satu keluarga biasanya terdiri
dari ayah, ibu, dan anak yang belum menikah atau disebut keluarga inti. Namun,
ada juga bentuk keluarga luar yaitu unit keluarga yang terdiri dari keluarga
inti ditambah dengan anak yang sudah menikah atau ada saudara lain yang ikut
dalam keluarga itu.
Ikatan
kekerabatan yang kuat pada seseorang biasanya ditandai dengan saling
mengunjungi dan saling membantu. Istlah yang digunakan pun umumnya sama seperti
menyebut saudara dari pihak ayah atau ibu menggunakan istilah bulik, budhe,
pakdhe atau paklik. Bahasa yang digunakan pun berbeda, bahasa yang digunakan
anak untuk berbicara terhadap orang tua nya menggunakan bahasa Jawa Kromo
Inggil.
C. Kepercayaan
Bagi
masyarakat Yogyakarta kepercayaan terhadap agama merupakan suatu yang tidak di
tinggalkanya. Bahkan Sultan mereka mendapat gelar dan predikat panotogomo yang
berarti pengatur dan pelindung agama[4]. Sejalan dengan itu di Yogyakarta
setiap aliran agama, yang mendapat pegakuan dari pemerintah, bebas dan berhak mengembagkan ajaran-ajaran
yang dipercayainya. Di daerah ini agama-agama yang paling banyak penganutnya
ialah agama Islam, Kristen, baik Katholik maupun Protestan, Hindu dan Budha.
Adanya kebebasan untuk menyebarkan ajaran-ajaranya, memberi kemungkinan kepada
kelompok agama-agama untuk mendirikan tempat-tempat ibadah mereka, malah
pembangunan tempat ibadah-ibadah mereka selalu mendapat bantuan dari
pemerintaah, baik pusat maupun daerah. Kegiatan untuk itu tidak jarang dilaukan
secara bersama, bahkan dari agama lainya. Sehubungan dengan itu pada tahun 1952
jumlah masjid yang berada di daerah Yogyakarta
sebanyak 496 buah, langgar 3015 buah, sedangkan geraja sebanyak 64 buah.
Keadaan ini tentu telah berubahan, dalam arti kata jumlahnya sampai sekarang
makin bertambah banyak. Di Yogyakarta ada beberapa tempat ibadah yang cukup
terkenal karena bentuknya yang menarik, seperti masjid besar di komplek kraton
dan greja Katholik di Kota Baru. Sejak dulu daerah Yogyakarta merupakan tempat
subur bagi pertumbuhan aliran-aliran kebatinan. Pada tahun 1952 di Gunung Kidul
terdapat 4 buah organisasi kebatinan, di Bantul 21 buah, di Sleman 3 buah, di
Kulon Progo terdapat 4 buah dan di Yogyakarta 4 buah. Besar dari setiap anggota
organisasi kebatinan itu berbeda jumahnya tetapi jumlahnya berkisar dari
puluhan orang sampai ribuan orang.
Dewasa
ini aliran kebatinan termasuk apa yang disebut kepercayaan makin mendapat
tempat di masyarakat oleh arena adanya kesempatan yang lebih luas untuk
mengembangkan dirinya. Mereka sudah mendapat pengakuan resmi dari pemerintah,
dan setiap tahun pada tagggal 1 suro mereka merayakan hari besar mereka. Juga
sebagaimana agama lainya, aliran kepepercayaan ini telah mendapat hak untuk
menyebarkan ajaranya melalui media masa resmi pemerintah seperti televisi.
Bahasa
Di Yogyakarta terdapat daerah Enklave Surakarta, yaitu daerah yang dulu menjadi wilayah administrasi pemerintah Surakarta. Lebih tepatnya terdapat dua daerah Enklave Surakarta yang berada di Yogyakarta. Kedua daerah itu adalah Kotagede dan Imogiri.
Akibat politik devide et impera terdapat dua wilayah yang tidak dibagi secara tegas. Sehingga menimbulkan satu wilayah yang memuat dua masyarakat berlainan administrasi kewilayahan, yaitu Surakarta dan Yogyakarta. Akibatnya, terjadi persaingan dua kebudayaan besar di wilayah enklave.
Adanya pergesekan budaya di Kotagede SK dan Kotagede YK dengan Imogiri SK dan Imogiri YK. Selain terjadi pergesekan perbedaan kebudayaan di wilayah enklave, prinsip-prinsip penggunaan bahasa pun berbeda, yaitu Bahasa Jawa Surakarta dan Bahasa Jawa Yogyakarta.
Kebiasaan
Masyarakat
Kraton
Yogyakarta adalah obyek utama di Kota Yogyakarta. Bangunan Bersejarah yang
merupakan istana dan tempat tinggal dari Sultan Hamengku Buwana dan keluarganya
ini berdiri sejak tahun 1756. Kraton Yogyakarta dengan segala adat istiadat dan
budayanya menjadi ruh kehidupan masyarakat Yogyakarta. Kraton Yogyakarta juga
menjadi obyek wisata utama di Kota Yogyakarta baik dari sisi peninggalan
bangunannya maupun adat istiadat yang ada di dalamnya. Di Kraton Yogyakarta di
samping dapat dinikmati keindahan masa lalu melalui arsitektur bangunannya,
dapat juga dinikmati kesenian tradisional yang disajikan setiap harinya di
Bangsal Manganti. Saat ini Kraton Yogyakarta ditempati oleh keluarga Sultan
Hamengku Buwana X yang menjadi raja sekaligus gubernur di Yogyakarta.
Secara
fisik Istana Sultan Yogyakarta mempunyai tujuh kompleks inti yaitu Siti Hinggil
Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti,
Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti
Hinggil Kidul (Balairung Selatan). Selain itu Keraton Yogyakarta juga memiliki
berbagai warisan budaya yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan
bersejarah. Selain itu, Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat
lengkap dengan pemangku adatnya. Sehingga tidaklah mengherankan jika
nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta. Dan
untuk itulah pada tahun 1995 Komplek Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO.
Adapun beberapa Tradisi Budaya
dari Kraton Yogyakarta adalah sbb :
1. Upacara
Sekaten
Sekaten merupakan sebuah upacara
kerajaan yang dilaksanakan selama tujuh hari. Upacara ini sudah dilakukan sejak
jaman kerajaan Demak. Sebenarnya tujuan utama upacara ini adalah dalam rangka
memperingati kelahiran Nabi Muhammad Saw (Maulid Nabi). Sekaten sendiri berasal dari istilah credo yang dalam agama
Islam berarti Syahadatain. Upacara Sekaten ini ditandai dengan keluarnya dua
perangkat Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK Nagawilaga dari keraton untuk
ditempatkan di Pagongan Selatan dan Utara di depan Masjid Gedhe (Masjid di
dalam komplek Keraton). Selama tujuh hari, mulai hari ke-6 sampai ke-11 bulan
Mulud, kedua perangkat gamelan tersebut ditabuh secara bergantian.
2. Upacara
Siraman Pusaka dan Labuhan
Dalam bulan pertama kalender Jawa
yaitu bulan Suro, Keraton Yogyakarta memiliki upacara tradisi khas yaitu
Upacara Siraman Pusaka dan Labuhan, maksudnya adalah untuk membersihkan maupun
merawat Pusaka Kerajaan yang dimiliki. Upacara ini di selenggarakan di empat
tempat dan lokasinya juga tertutup untuk umum dan hanya diikuti oleh keluarga
kerajaan.
Sedangkan Labuhan adalah upacara
sedekah yang dilakukan di dua tempat yaitu Pantai Parang Kusumo dan Lereng
Gunung Merapi. Di kedua tempat itu benda-benda milik Sultan seperti nyamping
(kain batik), rasukan (pakaian) dihanyutkan.
Benda-benda tersebut kemudian diperebutkan oleh masyarakat.
3. Upacara
Garebeg
Setiap tiga kali dalam satu tahun
kalender Jawa upacara Garebeg diadakan, tepatnya tanggal dua belas bulan Mulud
(bulan ke-3), tanggal satu bulan Sawal (bulan ke-10) dan tanggal sepuluh bulan
Besar (bulan ke-12). Pada hari-hari tersebut Sultan berkenan mengeluarkan
sedekahnya kepada rakyat sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas
kemakmuran kerajaan.
4. Upacara
Tumplak Wajik
Ini merupakan acara pembuatan
Wajik (makanan khas yang terbuat dari beras ketan dengan gula kelapa) untuk
mengawali pembuatan pareden yang digunakan dalam upacara Garebeg, dua hari
sebelum upacara Garebeg tepatnya. Upacara ini dihadiri oleh pembesar Keraton.
Musik-musik khas budaya Jawa pun terdengar dalam prosesi upacaranya, seperti
musik ansambel lesung-alu (alat penumbuk padi), kenthongan, dan alat musik kayu
lainnya. Setelah upacara selesai dilanjutkan dengan pembuatan pareden.
Mata
Pencaharian
Mata
pencaharian masyarakat di Yogyakarta adalah bercocok tanam,
berdagang, kerajinan (kerajinan
perak, kerajinan wayang kulit, dan kerajinan
anyaman), dan wisata. Yogyakarta
lebih terkenal sebagai daerah pariwisata, karena
mempunyai banyak peninggalan
budaya. Selain itu Yogyakarta juga terkenal sebagai
kota pendidikan. Karena itu
sebagian masyarakat kota mempunyai usaha rumah kost
buat mahasiswa.
Merupakan
pemandangan yang biasa ketika anda sampai di Stasiun
Yogyakarta atau di halte khusus
tempat perhentian bus-bus pariwisata, anda akan
disambut oleh banyak tukang
becak. Mereka akan mengantarkan anda ke tempat
tujuan mana saja yang layak untuk
anda nikmati seperti toko baju, toko bakpia, mal,
atau sekadar membeli cinderamata.
0 komentar:
Posting Komentar